Jompang Jamping Rasa
Matanya mulai dipejamkan. Pikirannya terpaku pada khayalan semu. Dia tidak peduli pada sekelilingnya, yang terpenting hasratnya terpenuhi. Ia penuhi relung-relung hatinya dengan rasa senang, senang bisa menyapa, bercengkrama, merangkul, mendekap tanpa tersisa ruang sedikitpun.
Perlahan, matanya terbuka, dia kembali sadar akan kenyataan yang sesungguhnya. Bukan kefanaan perasaan yang dibuatnya sendiri, dan ia tersadar semua yang dirasakannya itu hanya kamuflase saja. Ya, rasa senang yang ia ciptakan dengan impiannya. Impiannya tidak tahu bisa disebut impian. Bayangkan saja, impiannya itu ia ciptakan sendiri, bisa dikatakan tidak rasional. Impian dengan menyatukan imajinasi, hei itu bukankah hal yang sah saja dilakukan?
Kembali ia membuka laptop yang selalu menemaninya dalam petualangan imajinasinya. Perlahan iya membuka page sebuah situs yang bisa membuka cakrawala pemikirannya, meningkatkan tingkat imajinasinya tapi tidak sering juga justru membuatnya down atau sejenisnya. Suatu ketika ada hal yang membuat hatinya membucah, perasaannya terombang-ambing antara rasa senang, takut atau bisa dikatakan ‘jompang-jamping rasa’.
Senang karena semua diluar ekspektasinya, takut akan kesenangan yang ia peroleh hanyalah sesuatu yang biasa saja bagi si 'dia'nya. Tak apalah, sebuah mimpi bisa didekap oleh pemikiran yang tidak logis. Terkadang memang gila, tapi tak apalah, pemikiran yang gila untuk jiwa yang gila pula, gila akan mimpi.
Dialah impiannya, impian sang gadis pemimpi yang tak lelah-lelahnya bermimpi. Seseorang di seberang sana, mengukir kertas putihnya dengan susunan impian-impiannya, ditemani cahaya yang menyinari matanya hingga membuat matanya perih. Rancangan impiannya dengan kesungguhan yang ia torehkan pada kertas putih itu, impiannya terletak disana. Ia berniat untuk mengubah dunia.
Bagaimana sang gadis tak terpesona olehnya, oh andai seseorang itu tahu sang gadis begitu memujanya, jompang-jamping perasaannya sendiri tak terelakan.
Seseorang itu hanya diam terpaku dengan kertas putihnya, kembali mengukir dengan tintanya, mengukir dunia, itulah yang dia lakukan. Jompang-jamping perasaan semakin merangkul gadis itu, apa yang harus ia perbuat.
Nyatanya semua itu hanya khayalannya saja, yang ada dia hanya bisa melihat impiannya, seseorang yang sedang ingin mengubah dunia dengan tangannya, jiwa kepemimpinannya juga pemikiran kritisnya hanya dari layar laptop saja. Oh Tuhan, miris sekali bukan, bahkan gadis itu sama sekali tidak mengenali sosok impiannya itu, impian masa depannya itu.
Bagaimana ia bisa mengatakan seseorang itu impian masa depannya jika dia sendiri tidak tahu dengan persis bagaimana citra dari impiannya itu? Oh Tuhan yang Maha Membolak-balikan hati seseorang, sudi kiranya Engkau membalikan hatinya pada gadis itu, gadis itu sedang krisis perasaan ya Tuhan.
Dia tidak berputus asa, dia nikmati semua ritme yang ada, momen demi momen yang membuatnya bahagia atau hanya ia sendiri yang merasakannya, dia tidak peduli. Yang terpenting jompang-jamping perasaanya membuahkan hasil di akhir nanti, suatu saat nanti, entah kapan.
Impiannya tidak pernah pudar, tenggelam, tertelan bumi. Impian itu selalu ada, bersemayam di pikiranya, tekadnya, hanya untuk satu tujuan. Dengan siapapun itu, tak harus dengan impiannya sekarang, impian kan impian. kenyatan-kenyataan, dua sisi yang berbeda.
Kembali matanya terpejam, bunga tidurnya kini memenuhi relungnya, alam mimpinya pun dikuasai oleh imajinasinya lagi. Dengan seseorang yang merancang impiannya untuk mengubah dunia, duh membuat sang gadis masih dalam jompang-jamping rasa, dan hal ini belum berakhir, masih ada hari esok yang lebih dipenuhi imajinasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar