Wisuda adalah salah satu dari sekian momen yang ditunggu setiap orang, khususnya mahasiswa tingkat akhir. Setelah sekian tahun berjuang juga berkorban demi mengejar gelar diploma, sarjana, bahkan magister akhirnya momen itu pun tiba.
Seharusnya sebagai wisudawan, Rena patut berbahagia karena apa yang ia perjuangkan membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Ia sempat menjadi salah satu calon MAWAPRES alias mahasiswa berprestasi untuk diajukan dari tingkat fakultas menuju universitas.
Ternyata ini dikarenakan ia adalah pemilik IPK tertinggi di jurusannya, sejujurnya ia tidak pernah menyangka apalagi berharap untuk diberi kesempatan ini ditambah lagi ia harus berjibaku dengan tugas akhir yang sangat menyita waktu dan pikirannya.
"hadeuh yakali deh, disuruh buat karya tulis, judul TA aja belum di acc sama dosen pembimbing" gerutunya sambil mengibaskan kertas yang ia pegang.
Kala itu ia baru saja diwawancarai oleh panitia MAWAPRES, diantaranya sekretaris program dan dosen wali nya yang kadang menyebalkan dimana ia menyuruh setiap calon MAWAPRES untuk membuat karya ilmiah yang inspiratif.
Bersyukur pihak fakultas mengerti keadaannya dengan cara tidak meloloskannya demi memfokuskan Rena untuk tugas akhir.
"Ah untung ngga dilanjutin, bisa bisa amsyong deh mikirin 2 karya tulis sekaligus. Penting TA bingit kalik.." Rena menghela nafas.
Setelah melalui sesuatu yang penuh dengan warna dan rasa, sekitar bulan Agustus 2015 ia wisuda juga.
"..... Padjadjaran lambang suci, Almamater yang tercinta..... tempat ilmu dan cita, Almamater ku tercinta..."
Alunan nada mengiringi himne universitas tempat ia bernaung, sungguh membuat air mata setiap wisudawan, khususnya ia sendiri tidak terbendung.
Walaupun bisa ditahan, namun kesakralan himne tersebut membuat ia teringat masa masa dimana harus memperjuangkan pendidikannya dimulai saat ia duduk di GOR Jati untuk mengikuti Prabu, berjibaku dengan tugas akhir, hingga ia mengenakan toga di Graha Sanusi Hardjadinata.
Satu hal lagi yang teringat adalah wajah ayah dan ibunya.
"Ibu, Ayah. Alhamdulillah aku lulus, aku persembahkan gelarku ini khusus untuk Ibu dan ayah. Terimakasih atas segala yang diberi aku bisa berdiri disini..." ucap Rena dalam hati sembari mengusap kelopak matanya.
Prosesi wisuda akhirnya selesai dan tiba saatnya bertemu dengan orang yang disayang dan spesial. Namun, ada satu hentakan dalam hati Rena
"Ya Allah, mereka tidak bisa datang, dan memang tidak mau datang"
Rasa kesal, kecewa, sedih tidak bisa ia acuhkan, namun sangat disayangkan jika salah momen terbaik dalam hidup harus dilalui dengan kesedihan. Setidaknya ada banyak orang yang masih peduli dan menyempatkan hadir, walaupun sebenernya yang tidak datang bukan berarti tidak peduli.
"Aku tetap menyayangi mereka.." ikhlas Rena dalam sunyi diantara keramaian.
Hiruk pihuk Graha Sanusi Hardjadinata membuat Ibu dan Ayah Rena mendesak Rena untuk segera menuju ke salah satu studio foto. Setibanya Rena di studio foto yang berada di Jalan Banda, ia sudah siap mengantri untuk foto wisuda.
Seminggu yang lalu ia dan Ibunya sudah memesan paket foto di studio ini supaya mendapatkan jam yang tidak terlalu sore. Namun ternyata waktu yang diinginkan sekitar jam 2 siang penuh, sehingga mau tidak mau ia mendapatkan jam awal yaitu jam 1 siang.
"silahkan mbak...." ujar salah satu fotografer yang menyuruh Rena dan orang tuanya masuk ke dalam studio.
-----------------------------*-------------------------------
Pemotretan berjalan lancar dan fotografer memberi tahu Rena tentang mekanisme pengambilan foto. Setibanya Rena memilah foto yang terbaik, Ibu nya meminta nya untuk menemani ke WC.
Ibu Rena terlihat bingung ketika benda yang ia cari dalam tasnya tidak ketemu ".... loh, Rena dompet kamu mana? kok ngga ada di tas? kamu taroh mana sih"
"ha? masa sih bu? tadi aku taroh disitu kok abis ngasih struk ke mba nya" muka Rena mulai pucat.
Akhirnya Rena kembali ke studio tempat ia melakukan sesi foto. Nihil sang fotografer tidak tahu menahu mengenai dompet yang tertinggal di studio.
"mas, mba masa sih ngga ada? tadi perasaan saya naroh tas saya disini" Rena berusaha untuk meyakinkan hatinya bahwa dompetnya bisa ia temukan tapi kenyataannnya dompet itu hilang entah kemana.
Rena berjalan cepat turun dari lantai 2 ke lantai dasar menuju costumer service di sebelah kasir siapa tahu ia mendapatkan pencerahan.
"Ya Allah, kok bisa ya dompetku hilang? bukan gimana tapi disitu banyak kartu penting, apalagi ada KTM yang tidak mungkin aku buat lagi kan udah lulus huhu" kesedihan Rena mulai terasa.
Akhirnya Rena menghampiri bagian CS namun tidak bisa diharapkan. Dengan langkah terguntai tanpa memakali heels nya ia berjalan menemui Ibu nya yang menunggu di luar. Rena merasa sangat konyol kala itu, ia lupa memakai toga dan hanya memakai baret yang ada di kepalanya, juga tidak memakai alas kaki apapun. Rena malah menjinjingnya, ia sangat panik.
"Ya Allah cobaan apalagi ini, hari ini harusnya aku bahagia.." gumam Rena
Saat Rena keluar melalu pintu yang berada di kanan, langkahnya terhenti.
Ia tidak tahu kenapa hal tersebut bisa terjadi. Justru matanya tertuju pada satu titik dimana ia terpaku untuk beberapa detik. Ia merasa nafasnya terhenti. Ada kekuatan dalam mata yang ia lihat. Tidak ada rasa, hambar namun tetap mata itu mempunyai daya tarik bagi Rena.
"ha? kok kayanya aku tahu ya orang ini? haha ih iya dia kan yang aku like"-in album fotonya. kok bisa ketemu disini ya? dia ama siapa tu? " Rena menyeringai dalam hatinya.
Sekian detik mata Rena dan mata yang ia lihat saling terpaku. Entah apa yang terjadi sampai bisa seperti ini. Rena rasa, mata yang ia lihat itu juga menunjukkan ekspresi yang datar, hambar namun sedikit penasaran, tepatnya ekspresi bingung.
Ya, ini yang namanya momen yang canggung. Rena cepat mengalihkan pandangannya, ia takut mata yang ia lihat semakin menarik untuk ia telusuri. Hingga sang pemilik mata itu masuk ke dalam lantai dasar tempat foto bersama teman perempuannya.
------------------------------*------------------------------
Rena menghampiri ibunya dan menjelaskan bahwa dompetnya tidak bisa diselamatkan. Untungnya KTP Rena tidak ada dalam dompet yang hilang itu. Setidaknya ia sedikit bernafas lega meskipun ia tidak bisa merelakan KTM sebagai identitasnya selama menjadi mahasiswa di Jatinangor. Ibu dan Ayah Rena tidak terlalu mempermasalahkan hilangnya dompet anaknya, mereka menasehati Rena supaya lebih berhati hati dalam menjaga sesuatu.
Alih alih mendengarkan nasihat orang tuanya, Rena justru terpaku pada sosok yang akan menaiki sepeda motornya, rupanya pemilik mata yang indah itu sudah keluar dari tempat foto itu.
".. dia lagi? kok bisa lihat dia lagi? ya ampun... ngga nyangka bisa lihat dia. hari ini aku wisuda, dompetku hilang tapi aku masih saja tersenyum. apa karena mata itu ya?.. ah, apa sih? plis deh yakali emangnya ftv?... ya Allah aku ini kenapa?..." gumam Rena dalam lamunannya.
Semburat kecil penuh makna menyelimuti senyum simpul Rena, tanpa sadar ia rapalkan doa doa manis sepanjang perjalanan.
"Ya Allah, apakah aku bisa melihat mata itu lagi? apakah aku bisa meyentuh mata hatinya? atau sekedar hempasan rasa yang yang sekejap saja? ya Allah aku jalani hariku sesuai rencana Mu. Jikalau Kau kehendaki, izinkan aku untuk melihat mata dan mendekap hatinya. Amin' 😊
Jonas Banda, 5 Agustus 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar