Pages

Jumat, 30 Desember 2011

manusia setengah salmon by raditya dika


Inilah Manusia Setengah Salmon karya Raditya Dika. Dan jujur aja buku ini adalah buku Raditya Dika yang pertama aku beli (hehe). Oke cara dapetin buku ini juga butuh penantian, soalnya aku udah pengen beli buku ini kurang lebih satu bulan yang lalu, tahunya sih dari twitternya.

Hingga penantian itu pun akhirnya tiba juga, tepatnya tanggal 24 Desember kemaren Manusia Setengah Salmon akhirnyaaaaa lahir kedunia juga (namun sayang sekali karena umurnya enggak akan bertahan lama karena siap ga siap bakal dipancing sama orang-orang). Seneng juga soalnya terbitnya buku ini juga (rada) spesial karena berbarengan dengan tanggal lahir salah satu orang yang sedang berada di kos-kosannya di Dayeuh Kolot (ehem..happy birthday for you haha).

Yang bikin aku patah hati sementara adalah ketika tanggal terbitnya itu aku ga langsung ke Gramedia dan enggak langsung  beli karena beberapa hal. Dan baru aja nyoba-nyoba nyari di Gramedia Merdeka beberapa hari setelah itu tapi enggak langsung beli  lagi. Sampai tanggal 29 kemaren aku nyoba nyari ke Rumah Buku siapa tahu ada. Dan ternyata ada dooong, betapa bahagianya hati ini  apalagi dapat potongan harga dua belas ribu haha, cukup besar buat ukuran buku yang baru terbit. Intinya seneng banget.

Dan baru aja aku selesai baca Manusia Setengah Salmon ini  dan satu hal : ngakak. Ya, itulah kesan yang aku dapetin setelah baca buku ini. Tapi ga hanya itu aja karena banyak makna yang terkandung dalam setiap bab yang disuguhkan. Garis besarnya sih  kurang lebih tentang "move-on". Ya, mulai dari pindah rumah, pindah hubungan keluarga, sampai pindah hati (wuih haha). Disini tetep ada leluconnya, tapi dibalik lelucon itu ada maknanya.

Banyak sebenarnya yang lucu-lucu dan yang aku suka. Disini pengen nulis kutipan" yang rada ngena aja di hati haha. Yang diambil adalah Sepotong Hati di Dalam Kardus Cokelat, Interview With The Hantus, Penggalauan, Serupa tapi Emang Beda, Manusia Setengah Salmon.


Di bab Sepotong Hati di Dalan Kardus Cokelat tuh kurang lebih tentang orang yang baru diputusin gitu sama pacarnya terus dia harus ngeikhlasin apa yang terjadi dengan move-on. Berikut salah satu kutipannya,

"Gue juga menjadi terlalu sempit buat dia. Dan, ketika sesuatu sudah mulai sempit dan tidak nyaman, saat itulah seseorang harus pindah ke tempat yang lebih luas dan (dirasa) cocok untuk dirinya. Rumah ini tidak salah, gue dan dia juga tidak salah. Yang kurang tepat itu bila dua hal yang dirasa sudah tidak lagi saling menyamankan tetap dipertahankan untuk bersama. Mirip seperti gue dan dia. Dan dia, memutuskan untuk pindah".

Terus ada satu kutipan lagi yang ngena "Putus cinta adalah sebuah kepindahan. Bagaimana kita pindah dari satu hati ke hati yang lain. Kadang kita rela untuk pindah, kadang kita dipakasa untuk pindah oleh orang yang kita sayang, kadang kita yang memaksa orang tersebut untuk pindah. Ujung-ujungnya sama : kita harus maju, meninggalkan apa yang sudah menjadi ruang kosong".

Bagi yang baru putus cinta kayanya dalem tuh hhh, haha.

Lanjut ke bab Interview With The Hantus, ngakak hayoo..jadi ceritanya Raditya Dika bakal negewawancarai Genderowo, Pocong, sama kuntilanak. Berikut percakapan antara Raditya Dika sama genderuwo (cuma genderuwo aja yang diambil).

R : Selamat malam, Mas Genderuwo. Satu hal yang langsung saya sadari, rambut Anda bagus sekali ya.
G : (membenarkan rambutnya) Oh iya makasih. Aku tadi ke salon dulu, soalnya aku belum wawancara kaya gini. Jadi harus tampil istimewa. Mmmm, kecium ga bau rambutku? harum ya? aku tadi kerimbat pakai gingseng untuk menguatkan akar rambutku.
R : Ternyata, Anda sangar, tapi ngondek ya? Oh iya saya tahu ini malam jumat dan anda harusnya sibuk gentayangan, jadi terimakasih kesediannya untuk diwawancarai. Saya akui, agak susah menghubungi anda, untungnya saya nemu facebook anda, namanya kalau ga salah : OnDoLUwoh "Cennekk Cellaluuu"^_^
G : Iya. Panggil aku Uwoh aja. Ya ampun, jadi inget Facebook aku udah lama gak di update. Jadi inget juga, Farmville aku belum aku mainin lagi. Aduh, aduh, panik nih. Tenang.. Uwoh gak boleh panik lagi..Tenang...
R : (terdiam beberapa saat) Ternyata, Anda unyu sekali ya.. Sangat-sangat gak mathcing sama tubuh anda. Pertanyaaan berikutnya, dibanding hantu lain, seperti kuntilanak atau pocong, kenapa anda tidak pernah memakai baju?
G : Karena gak ada yang muat ! Kamu gak liat sih badan aku bengkak kaya begini? kenapa sih? kenapa berat badan aku harus dibawa-bawa?aku capek tahu dikit-dikit ngomongin badan. Aku ini kalau gentanyangan di bajaj, badanku pasti nongol setengah karena aku kegedean! sakit hati tau!
to be continued..... (alias musti baca sendiri haha ---------> atau lebih tepatnya tangan pegel ngetik :p).

Ngacung siapa yang suka galau? hahahaha (salah satunya yang lagi nulis ini tapi sekarang udah ngga kok--->masa?)

Nah, di bab Penggalauan ini ada kutipan" galau Raditya Dika, ini dia..

Cinta yang terlalu lama dipendam biasanya jadi penyesalan

Jatuh cinta itu musuh akal sehat

Bagi sebagian orang, mencintai seseorang berarti memenjarakan seseorang

Hampa itu seperti langkah tapi tak berjejak, senja tapi tak jingga, cinta tapi tak dianggap

Orang yang ditolak cintanya seperti mau beli barang yang dia impikan, tetapi uangnya tidak cukup

Mereka yang sedang jatuh cinta, biasanya sering berharap. Dan, mereka yang sering berharap, biasanya sering kecewa

Jatuh cinta sama kamu itu kayak naik histeria. Dibawa naik pelan-pelan lalu dijatuhin tiba-tiba

Naksir diam-diam itu komedi putar. Seakan berjalan, tetapi sebenarnya tidak kemana-mana

to be continued.....(haha biasa tangan gue pegel)

Lanjut yuk ke bab Serupa tapi Emang Beda...

Pacaran : beli baju sama pacarnya. LDR : dikirimin baju sama pacarnya. Jomblo : minjem baju tetangga

Pacaran : pelukan pas nonton konser. LDR : telepon-teleponan pas nonton konser. Jomblo : jadi calo tiket

Ketika ke kawinan. Pacaran :  bawa pacarnya. LDR : bawa titipan salam dari pacarnya. Jomblo : bawa rantang

Ketika malam minggu. Pacaran : ngapel di rumah pacar. LDR : ngapel di depan komputer. Jomblo : ngepel di teras rumah
*LDR : Long Distance Relationship

haha, kocak ya, kalau aku si kayanya pilihan yang ketiga tuh (curhat, nasib") haha. Masih ada yang lain sebenarnya, tapi seperti sebelumnya, tangan lumayan pegel haha.

Nah, ini bab Manusia Setengah Salmon adalah bab perenungan dari Raditya Dika kenapa dia memilih menjadi manusia setengah salmon gini katanya "Gue berpikir, ternyata untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, gue ga perlu menjadi manusia super. Gue hanya perlu menjadi manusia setengah salmon : berani pindah"

Kenapa dia berkata demikian? karena sebelum dia ngomong kaya gitu dia berfilosofi tentang salmon yang dia lihat di discovery channel yang intinya begini : "Setiap tahunnya ikan salmon akan bermigrasi, melawan arus sungai, berkilometer jauhnya hanya untuk bertelur. Beberapa spesies seperti Snake River Salmon bahkan berenang sepanjang 1448 kilometer lebih, dua kali lipat jarak Jakarta-Surabaya. Di tengah berenang, banyak yang mati kelelahan. Banyak juga yang menjadi santapan beruang yang nunggu di daerah-daerah dangkal. Namun salmon-salmon ini tetap pergi, tetap pindah, apa pun yang terjadi"

"Mau tak mau, kita harus seperti ikan salmon. Tidak takut pindah dan berani berjuang untuk mewujudkan harapannya. Bahkan rela mati di tengah jalan demi mendapatkan apa yang di inginkannya"

"Hidup sesungguhnya adalah potongan-potongan antara perpindahan satu dengan lainnya. Kita hidup di antaranya"

Aku setuju sama teori Raditya Dika di bab ini, yaitu intinya dengan move-on : pindah. Setiap kutipan yang dia bilang tuh kayanya ngena ya. Mengibaratkan dari hal ya kita bilang masa sih dengan ikan salmon? gitu kan misalnya. Tapi dia bisa berfilosofi sedemikian rupa.Dan yakinlah yang baru baca pas selesai baca langsung ngerenungin.

Ya pokoknya ramelah bukunya. Buat kalian yang ingin Manusia Setengah Salmon ini. Buruan beli di toko buku kesayanganmu. Jangan lupa siapin kail dan umpan yang akurat ya (read : duit).

Oke, selamat memancing mancing ria yaaah :))

Senin, 12 Desember 2011

Terlambat


Teriknya matahari siang ini tidak membuat Dito menjauhi si kulit bundar itu. Menurutnya si kulit bundar memang belahan jiwanya selain seseorang yang mencuri hatinya. Dilihatnya lapangan charet -sebutan Dito untuk lapangan futsal di sekolahnya yang terdapat pohon karet  besar di sisinya- dari tempatnya berpijak dipenuhi oleh teman-teman satu eksulnya yang asyik menggiring benda itu. Butiran lembut yang memenuhi tubuhnya tidak membuatnya lelah, justru ia sangat menikmati semua ini. Seorang laki-laki jangkung tiba-tiba menghampirinya dari lapangan yang terlihat terengah-engah dan Dito melemparkan sebotol air mineral ke arah laki-laki itu.

“Buset deh, capek banget gue” laki-laki itu menangkap air mineral yang Dito lempar dengan satu tangan.
Dito mengusap keningnya dengan punggung tangannya  “Sama Bim gue juga, tapi asik tahu. Kapan lagi coba? dua minggu lagi kita UAS”.  

Bimo bertolak pinggang sambil berdecak “Yaelah, ini minuman apaan sih? gue maunya minuman yang manis terus bikin badan gue seger alias yang dingin!”.

“Eh botak, minuman soda tuh enggak baik buat kesehatan. Apalagi yang dingin, air mineral udah paling oke. Kita kan baru aja olahraga, nyokap gue juga bilang gitu” Dito menasehati Bimo sambil meminum air mineralnya sendiri.

Bimo menjulurkan lidahnya pada Dito “Dasar anak mami! Dito anak mami, Dito anak mami. Eh lo semua yang lagi main, lo pada tahu ga sih Dito itu anak mami? lihat aja tuh tasnya mau sekolah aja dibekelin makanan sama air mineral”.

Otomatis seluruh teman-teman mereka tertawa terbahak-bahak bersama. Atau lebih tepatnya menertawai Dito.

“Sialan lo, eh jangan percaya deh sama omongan si botak” Dito membalas Bimo dengan menjitak kepalanya yang mulus dan licin itu.

“Apaan sih lo botak-botak. Gue ga botak! gue cuma cepak. Dasar anak mamih” Bimo tak mau kalah kali ini. Debat kusir diantara merekapun terjadi. Hingga tenggorokan mereka terasa kering gara-gara perdebatan ini. Akhirnya mereka menyudahinya.

Beberapa saat kemudian suasana tampak hening dan mereka tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Dito menangkap raut yang berbeda pada wajah Bimo. Sepertinya wajah Bimo berseri-seri kala itu. Selain itu Bimo sempat menyunggingkan senyuman di bibirnya yang tipis dan mungil itu. Tentu saja hal ini membuat Dito penasaran.

“Lo lupa minum obat ya?” Dito memandang wajah sahabat yang dikenalnya semenjak sd itu dengan raut kasihan.

“Enak aja. Gue waras tahu! Lagian ganggu aja sih. Orang lagi ngekhayal juga” Bimo mendengus kesal karena kesibukannya tadi diganggu.

“Hehe, ga biasanya sih. Emang ngekhayalin apaan sih? tumben amat. Jangan-jangan lo kesambet ya?” cengengesan Dito menimpali perkataan Bimo.

“Ngawur. Mau tahu aja sih lo” acuh tak acuh Bimo menanggapi perkataan Dito.

Hening pun terjadi lagi. Lalu tiba-tiba Bimo memulai “Dit, kalau ada seseorang yang selalu ada di samping kita kayanya hidup tuh bahagia yah. Seseorang yang kita cintai yang menemani kita saat suka dan duka”

Mulut Dito menganga lalu menatap sahabatnya itu “Kok, lo jadi melankolis gini? Wah bahaya kayanya gue mesti nyariin lo dokter jiwa, eh salah maksud gue dokter cinta. Lo lagi jatuh cinta ya?”

Sambil tertawa kecil Bimo memandang lapangan charet walaupun di dalam hatinya terdapat keresahan mendalam “Mungkin, dan gue ngerasa cape kaya gini terus. Gue capek mendem perasaan ini terus Dit. Gue mau bahagia.”

“Ya gampang, tinggal nyatain aja. Apa susahnya coba? siapa sih cewek yang lo taksir itu? jangan-jangan anaknya Pak Dedi ya yang baru jadi siswi sekolah ini?” selidik Dito penuh keingintahuan dengan alis yang terangkat ke atas membuat Bimo geli melihatnya.

“Ampun deh kalau sampai anaknya Pak Dedi gamau gue. Bisa-bisa gue disetrap di suruh berdiri di depan kelas buat baca puisi” Bimo mengetuk tangannya ke tanah lalu ke kepalanya.

“Itu sih bukan karena nyuruh lo buat baca puisi. Tapi karena lo belum bikin puisi” sindir Dito.

Pipi Bimo merona “Tahu aja lo. Ah Dit lo bener, gue harus bertindak sekarang. Gue enggak mau nunda-nunda lagi”. Lalu Bimo berdiri menarik tas ranselnya dengan terburu-buru dan meninggalkan Dito.

“Lo mau kemana? siapa sih cewek yang lo taksir?” Dito memicingkan matanya yang terkena sinar matahari.

“Gue mau mencari dia. Mencari cinta gue. Doain ya, entar lo juga tahu sendiri” Bimo tersenyum penuh arti dan jantungnya kini berdetak seribu kali lebih cepat dari biasanya.

Berharap dewi cinta berpihak padanya kali ini. Berharap panah cupid tepat pada sasarannya. Memanahkan panah-panah asmaranya.

Tinggalah Dito menatap langit yang perlahan tetapi pasti berubah menjadi jingga sendirian dalam sepi. Begitu indah dan tentram. Memperlihatkan rupanya yang merona. Seperti hatinya yang merona menunggu hari esok yang selalu dinantinya.

***

Sudah berapa kali Dito selalu merasakan jantungnya berdetak tidak karuan seperti ini, ia tidak pernah menghitungnya. Dirinya begitu gelisah setiap sosok itu ada di hadapannya. Bahkan jika melihat sosok itu hanya dari sudut matapun Dito merasa gelisah tak menentu. Sosok yang menghiasi bunga tidurnya. Sosok yang anggun bagai puteri. Anggun namun begitu sederhana, kecerdasannya terpancar dari auranya ditambah lagi kacamata yang ia kenakan. Semakin membuat Dito tergila-gila dibuatnya. Dito melihat sosok itu berjalan kearah meja yang ia duduki. Nafasnya memburu dan ia pura-pura mengalihkan pandangannya agar sosok itu tidak curiga.

“Dito...” suara itu membuat Dito salah tingkah. Mendengar suaranya yang lembut saja bisa hatinya berdebar-debar.

Dengan memejamkan matanya berharap ritme jantungnya lebih stabil Dito mengangkat wajahnya lalu tersenyum “Oh, hai Priska..”

Sambil membenarkan letak kacamata yang ia kenakan sosok itu menyelusuri meja Dito yang penuh buku  –buku contekan pr tepatnya- “Kamu enggak bikin pr lagi ya?”

Merasa melakukan hal yang salah Dito berusaha memberikan penjelasan sambil tersenyum malu “Kemaren aku ketiduran, badan capek soalnya habis latihan futsal”

Priska hendak mengatakan sesuatu kepada Dito tetapi tertahan karena bu Rika tiba-tiba datang dan memasuki kelas. Bagai mimpi buruk bagi para siswa yang lain, kehadiran bu Rika selalu menjadi suatu hal yang menakutkan. Siswa lain tunggang langgang membenahi meja mereka agar tidak ketahuan mengerjakan pekerjaan rumah. Mereka seperti anak tk yang langsung duduk manis siap bernyanyi dan belajar bersama.

“Gue tebak, pasti bu Rika lupa bawa setrika deh” Robi teman sebangku Dito berkomentar.

“Emang kenapa? Ga ada kerjaan banget bawa setrikaan ke kelas” Dito mencuri kesempatan untuk menyalin pekerjaan Robi.

“Soalnya tuh lihat aja mukanya kusut gitu” suara tertawa Robi terdengar keras. Lalu ia menundukan kepalanya sebagai permohonan maaf kepada teman-temannya yang sepertinya tertanggu oleh suaranya termasuk bu Rika. Dito jadi tertawa melihat ulah teman sebangkunya itu.

Kehadiran bu Rika kali ini adalah untuk membagikan hasil ulangan fisika. Setiap siswa merasa jantungnya mau copot jika bu Rika memanggil nama mereka, seperti Dito dan Robi. Tidak untuk Priska tentunnya.

“Priska..” bu Rika memanggilnya dengan kalem.

Senyuman dari bu Rika yang selalu di dapat Priska, tentu saja karena ia selalu mendapatkan nilai sempurna dalam setiap ulangan. Kontras dengan Dito yang selalu mendapatkan nilai di bawah standar yang menyebabkan ia harus remedial terus menerus. Sampai-sampai bu Rika menjulukinya atau bagi kelompok yang sering mendapat nilai di bawah standar dengan sebutan geng“remed ranger”. Sakit memang, tapi itulah kenyataannya. Hal inilah yang terkadang membuat Dito merasa bukan apa-apa untuk Priska. Dia merasa tidak berguna.

“Udah buruan tembak, entar kesamber orang baru aja nangis darah” Robi menyikut lengan Dito karena memergokinya mencuri-curi pandang ke arah Priska.

“Apaan sih Rob, gue gatau. Gue ga yakin. Gue ngerasa nothing” wajah Dito mendadak memelas membuat Robi kasihan dan ingin memberinya ember untuk menampung air mata Dito kalau tiba-tiba membanjir.

“Bray, lo jangan pesimis gitu kali. Toh belum dicoba kan? kok lo udah nyerah aja, itu namanya kalah sebelum berperang alias cemen” Robi meletakkan tangannya  di atas pundak Dito.

Begitu miris, Dito bisa menasehati sahabatnya Bimo dengan mudahnya. Tapi ia sendiri begitu sulit melakukannya. Ia tidak ingin menjadi laki-laki yang pengecut. Secercah harapan dan semangat tiba-tiba mersasuki dirinya. “Lo bener Rob, gue akan berusaha untuk ngungkapin ini ke Priska, gue harus”

“Itu baru namanya cowok sejati” dua ibu jari terangkat dari tangan Robi untuk Dito.

***

Tekat Dito telah bulat, ia tidak akan membuang waktu dengan percuma. Dito menyelesuri sekolah ini berharap bertemu dengan bidadari yang telah mencuri hatinya, Priska. Tapi ia tidak menemukan Priska setelah pertemuan terakhirnya di kelas tadi. Priska sedang mengikuti ekskul KIR sepertinya. Entah kenapa terbesit keraguan dalam hati Dito sekarang, ia merasa apakah mungkin semua rencananya akan berjalan mulus? Dito mencoba meyakini hatinya.

Dito tidak tahu lagi harus mencari Priska dimana. Hatinya bimbang, dan ia memutuskan untuk pulang saja. Mungkin saat ini bukan waktu yang tepat, pikirnya. Saat Dito memasuki tempat parkir ia melihat sosok yang menawan itu. Priska ada di sana tapi tunggu dulu, apa yang dilakukan Priska di tempat parkir? Tanpa pikir panjang Dito menghampiri gadis pujaannya itu. Dito hendak mengutarakan isi hatinya yang sudah lama terpendam.

“Priska..” suara Dito bergetar menahan kegugupannya.

“Hai Dit, ada apa?” Priska membalas sapaan Dito dengan senyum manisnya hingga  membuat Dito kehilangan kata-kata yang telah ia rangkai sedemikian rupa.

“Pris, aku-..”

“Priska, sory ya lama, tadi aku beli minum dulu di kantin buat kamu”  Priska pun tersenyum kepada sosok yang memanggilnya dan suara ini sepertinya amat familiar bagi Dito.

“Bimo? Lo? Priska” entah kenapa Dito merasa hatinya sakit, ia memiliki firasat yang tidak baik.

“Dito! Ya ampun gue hampir lupa cerita ini sama lo. Ini dia cewek yang gue maksud waktu  itu” Bimo menyapa Dito dengan mukanya yang berseri-seri.

Lalu Bimo meraih tangan Priska dalam genggamannya, begitu mesranya. Hingga meninggalkan luka yang begitu dalam di hati Dito ketika melihat pemandangan yang tidak indah itu. Ia benar-benar tidak sanggup. Tapi Dito tidak bisa berbuat banyak karena semuanya telah terjadi. Sudah terlambat baginya untuk memulai. Terlambat karena kecerobohannya sendiri. Kini semuanya telah berakhir menjadi sebuah cerita lalu. Harapannya telah pupus, hatinya hancur berkeping-keping.

Kini langit seakan merasakan kepedihan hati Dito. Langit meluapkan tetesan air matanya yang membasahi seluruh jiwa dan raganya tak terperi. Bukankah kita harus bahagia jika orang yang kita cintai bahagia? Dito meyakini satu hal dalam dirinya bahwa cinta itu tidak harus memiliki.

“Love is sacrifice” batinnya seiring dengan langkahnya yang tertatih.

***

Jumat, 02 Desember 2011

Sepucuk Rasa Untukmu Will

Untuk seseorang yang paling berharga dalam hidupku..

William Hakim...

Di saat aku merasakan rapuhnya diriku yang porak-poranda karenamu..

Kau selalu bisa membuat diriku tegar untuk menjalani kenyataan pahit ini..

Kau selalu bisa membuat diriku menarik ucapan yang menyudutkanmu...

Kau tahu Will, kau laksana pelita dalam kegelapan hatiku...

Pelita yang memancarkan kedamaian di dalamnya..

Pelita yang terus bersinar bagaikan bintang Polaris di bumi utara sana..

Oh, Will...

Bolehkah aku menyimpan namamu di lubuk hati terdalam ini?

Bolehkah aku mencandumu dalam jiwa dan ragaku?

Oh, Will..

Aku pada dirimu laksana pungguk yang merindukan bulan..

Namun dalam hal ini kau bukanlah bulan Will, tapi kau adalah bintang yang paling bersinar di antara bintang-bintang yang terang di langit..

Kau sang pemuja Champagne Supernova

Will, mungkin butiran lembut yang jatuh di lembaran sederhana ini hingga membentuk ukiran penuh makna menjadi saksi serta melukiskan betapa dalamnya rasa ini padamu..

Rasa yang terpendam sekian lama yang hampir usang termakan debu yang mengotori sisi lembutku..

Tapi.. apa daya Will? Hatiku tidak bisa berpaling darimu..

Kau bagaikan obat bius yang membuat diriku lupa akan segalanya..

Kau membuatku melanggar suatu hal yang tidak pantas dilakukan sebagai seorang perempuan..

Kodratku sebagai seorang perempuan yang tabu menyatakan cinta kepada seorang laki-laki..

Kau pengecualian Will..

Aku ingin berlari menyelusuri hatimu..

Aku ingin melompat ke dalam cintamu...

Aku ingin dimanjakanmu..

Hanyalah bersamamu..

Bukalah hatimu untukku..

Tapi, aku mohon Will... janganlah kau memandangku sebelah mata akan hal ini..

Aku hanya perempuan biasa.. perasaan yang tulus, murni dan sederhana ini datang tiba-tiba atas pemberian dari-Nya..

Sang Maha cinta.....

Apa aku salah Will?

Oh, Will..

Kau tahu?

Aku memikirkanmu setiap waktu..

Siang dan malam..

Kau yang memenangkan hati ini Will..

Saat aku tahu kau memilih perempuan lain untuk mendampingi dirimu hatiku sakit Will..

Entah kenapa hati ini merasa perih, bagaikan diiris sembilu...

Tapi.. kekuatan cinta tidak pernah salah Will..

Bukankah ketulusan dan pengorbanan selalu menjadi keindahan tersendiri?

Oh, Will...

Terkadang aku iri kepada kutub-kutub magnet ..

Kau ingin tahu alasannya Will?

Ya.. aku iri kepada kutub-kutub itu.. kutub utara dan selatan yang bermuatan positif dan negatif itu ..

Mereka berbeda, tapi mereka saling tarik-menarik..

Sedangkan kita?

Kita tidak saling tarik menarik..

Kita saling menjauh..

Atau kau yang menjauhiku Will?

Apakah ini artinya kita tidak akan bersatu?

Jawab aku Will..

Oh, Will..

Kau tahu jika aku memikirkan dirimu aku bisa gila Will..

Aku menggilaimu...

Semua yang ada di dalam dirimu yang mempesonaku..

Dalam fantasiku aku membayangkan kau menyelipkan cincin di jari manisku..

Tapi aku tahu Will, itu tidak akan mungkin terjadi..

Kini kau termiliki oleh yang lain..

Di tengah persimpangan jalan aku harus berjalan sendirian..

Tidak ada dirimu disisiku Will..

Tenanglah Will, walaupun ragamu tidak di sisiku kali ini..

Namun terang yang ada di ujung langit malam sana memberi rasa percayanya padaku Will..

Bahwa kau selalu ada untukku..

Bintang Polarisku..

Will, kau tidak akan lekang oleh waktu..

Aku mencintaimu...

With whole of my heart


Karla

puisi adaptasi dari novel forgiven by morra quatro

Renalou  2-12-2011
 

Kamis, 01 Desember 2011

Name Of The Game (Cinta Adalah Permainan)

 kau membuka kartumu satu per satu, perlahan-lahan dan sangat menggodaku
 jantungku berpacu cepat, apakah ini saatnya kau mengetahui rahasiaku yang sebenarnya?
 aku menggigit bibir, kurasakan keringat dingin mengucur pelan dikening,
           waktuku kian menipis..
 inilah saatnya !