Dilihat dari beberapa sudut, tempat
ini terkadang ramai dan juga terkadang sepi. Banyak mahasiswa berlalu lalang
melewatinya dengan gaya acuh tak acuh. Ada yang melewatinya dengan
terburu-buru, ada pula yang melewatinya dengan perlahan. Tempat yang dijadikan untuk
ajang menunggu, entah menunggu siapa. Bisa teman, seseorang yang spesial, dosen,
atau mungkin mata kuliah. Tempat ini dengan setia menemani setiap orang yang
gelisah akan penantian. Berlantaikan lapisan ubin persegi berwarna krem yang
dijadikan pijakan bagi orang-orang. Ubinnya pun tidak sendirian, ia ditemani
oleh empat deretan kursi berbahan besi berwarna perak yang setiap satu deretan
memiliki 4 buah kursi yang dirancang menyatu. Di bagian samping terdapat tembok
yang dikamuflase menjadi sebuah mading berlebelkan HIMA untuk setiap jurusan.
Di antara tembok terdapat dua lorong yang menjadi pusat perhatian mahasiswa
jika mereka terlambat masuk kuliah, mereka terjang lorong itu dengan hentakan
kaki yang lebar juga nafas yang memburu, dan kembali lagi tempat ini yang
menyaksikan semua itu. Saat hujan, tempat ini dapat mengabadikan tetesan air
hujan yang turun sehingga pikiran melayang dan mata tiba-tiba melihat pada satu
jalan dengan pemandangan yang menyejukan mata, dimana jalan itu menunjuk pada tempat
yang dijadikan propaganda jurnalistik dan mesin ketik tua berdiam diri diantara
saung-saung dan meja bundar berwarna biru perpayungkan label sosro. Tempat yang
selalu bisa beradaptasi dengan segala situasi dan kondisi, membuat mahasiswa
betah berlama-lama disana. Entah bersenda gurau dengan sahabat, berdiam diri, atau
melamun, semua dilakukan di tempat ini. Tempat yang selalu setia menemani tanpa
banyak basa-basi, itulah selasar lantai bawah gedung 4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar