Pages

Rabu, 26 Oktober 2011

tak ingin

Aku tidak pernah tahu kalau harus bertemu lagi dengannya dalam keadaan seperti ini. Dadaku terasa sesak, nafasku tercekat dan pikiranku melayang entah kemana. Aku masih ragu apakah benar itu dia? ku lihat dia sekali lagi secara lebih detail.  Jujur aku enggan menatapnya lebih lama, namun hatiku tidak bisa bohong. Hasrat yang ada dalam diriku jauh lebih kuat dari apapun.

Aku pandangi ia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Matanya sipit namun begitu tajam jika memandang, hidungnya yang mancung, bibirnya yang mungil tipis dan satu lagi yang membuatku tidak bisa melupakannya. Ya lesung pipi yang ia miliki memiliki daya tarik yang belum pernah aku lihat . Apalagi jika ia tersenyum. Sungguh amatlah manis dan tampan. 

Dan juga kini dadanya lebih bidang, tinggi badannya menjulang sehingga aku harus mendongak ke atas jika ingin melihatnya dan rahangnya menjadi lebih keras. Sungguh menecerminkan kedewasaan yang belum aku lihat sebelumnnya darinya. 

Dia tetap sama seperti pertama kali aku lihat 7 tahun yang lalu ketika ia turun dari mobil Honda CRV  berwarna silver bedanya kini ia lebih dewasa. Dan ternyata benar itu Gabriel. Cinta pertamaku.

“Hai Khansa apa kabar?” Gabriel mengulurkan tangannya kepadaku.

“Hai. Ya aku baik-baik saja bagaimana denganmu?” ku jabat tangannya seraya memberikan senyum simpul kepadanya tapi ia tidak tahu jika jantungku berdetak seratus kali lebih cepat. 

Dan aku berusaha untuk tenang. Bersikap biasa.

“Wah, ternyata kalian sudah saling kenal? Ini kebetulan yang sangat menyenangkan” Richard tiba-tiba datang diantara kami dan membuatku sedikit lega.

“Iya begitulah. Gabriel adalah kakak kelasku waktu SMA dulu” aku menjawabnya asal sedangkan mataku tertuju pada panggung yang megah itu. Menghindar.

“Oh pantes udah kaya reunian aja nih haha” Richard tertawa begitu lepas padahal ia tidak tahu yang sesungguhnya. Tepatnya yang terjadi pada partnernya ini. Dasar asisten aneh juga gokil.

“Baguslah aku juga baik-baik saja. Masih suka es krim?” tanyanya lembut membuat perasaanku melayang. Ternyata dia masih ingat.

\Kami berbincang-bincang lama sekali. Dan aku menikmati semua ini. Sungguh aku rindu saat-saat seperti ini. Tetapi jika mengingat masa-masa itu hatiku sakit. Luka itu masih ada.

Tiba-tiba seorang wanita cantik yang memakai gaun vintage berwarna peach itu datang menghampiri kami. Tubuhnya bak model berjalan anggun membuat semua mata tertuju padanya.

“Sayang, aku cari-cari kamu daritadi ternyata kamu disini. Anterin pulang yuk aku udah bosen disini” wanita itu menggenggam tangan Gabriel.

Rasanya hatiku sakit melihat itu. Aku tidak ingin rasanya berada disini. Aku ingin lari. Pergi entah kemana.

“Cie pasangan yang satu ini bikin sirik aja sih. Kapan nikah? undang-undang dong” asisten yang sangat tidak tahu perasaan bosnya.

Gabriel menatapku. Tapi tak ku balas tatapannya. Dia seperti ingin menjelaskan sesuatu tapi aku tidak peduli.

“Ya gitu deh, doain aja ya aku pasti undang semua orang yang ada disini kok. Yu ah say kita pulang.”  wanitu itu menatap Gabriel yang tidak dibalas oleh Gabriel. Gabriel justru menatapku.

“Oh, ya baiklah kita akan segera pulang. Khansa, aku pergi dulu. Richard pertemuan selanjutnya kita atur lagi”

“Beres bos. Kabari aja lagi” Richard memberikan hormat seperti sedang upacara saja. Ada-ada saja orang ini.

Gabriel berlalu begitu saja. Dan aku hanya mematung. Aku merasa sangat benci dengan keadaan seperti ini. Kenapa daridulu harus seperti ini? Kenapa aku dan Gabriel tidak pernah bisa bersatu?. Apakah aku tidak pantas untuk mencintai dan dicintai?

2 komentar:

  1. Hahhaha, tau ga? Kirai aku ini bukan cerita loh, ekhm, lebih tepatnya sih buat seseorang 4 tahun lalu, pas baca 7 tahun lalu, baru "OOOO, bukan". Tapi aku yakin, inspirasinya dari dia.

    "Kenapa aku dan Gabriel tidak pernah bersatu?" Jawabannya, karena Gabriel bukan anggota IPA 1 :))

    BalasHapus
  2. hahaha tahu aja sih va hehehehe,, iya dia bukan anggota bersatu tapi.... :))

    BalasHapus